Sejarah Penamaan Air Terjun Bantimurung

05.12.00 Unknown 0 Comments

Sejarah Penamaan Air Terjun BantimurungBantimurung adalah salah satu objek wisata alam yang banyak di favoritkan oleh para Penjajak Wisata, selain kesegaran Air Terjun yang menjadi Objek, Bantimurung juga memberikan beragam atraksi wiswata yang menarik. Jika berada dikawasan Wisata Alam Bantimurung para Wisatawan akan merasakan kesejukan udaranya, juga berbagai objek yang disuguhi seperti flyingfox, Gua Batu, Gua Mimpi, Kolam Jodoh dan yang tak kalah menariknya, Bantimurung dikenal hingga mancanegara karena memiliki spesies kupu – kupu terbanyak di Dunia dengan julukannya The Kingdom Of Butterfly. Lokasi Kawasan Wisata Bantimurung sangat strategis bisa dijangkau dari berbagai jurusan dan dilintasi oleh jalan lintas Kabupaten Maros-Bone menjadikan lokasi ini semakin menarik untuk dikunjungi, Objek wisata ini tak jauh dari Ibu Kota Provinsi Sulawesi Selatan. Terletak di Kabupaten Maros, jika dari Makassar hanya berjarak ± 42 km dan dari Bandara Internasional Sultan Hasanuddin pun hanya berjarak ± 24 km dan dapat ditempuh dalam waktu ± 1 jam dengan menggunakan kendaraan roda empat

Namun tahukah anda, dibalik dari pesona wisata yang menarik, Bantimurung juga menyimpan kisah historis yang begitu menarik. Berawal dari perjanjian Bungaya I dan II pada Tahun 1667 – 1669.

Baca : Bantimurung Objek Wisata Terbaik di Sulawesi Selatan

Pada waktu itu, Maros adalah kawasan yang dikuasai langsung oleh Penjajah (Belanda). Hal tersebut  kemudian membuat wilayah Kerajaan atau Pemerintahan Maros pada waktu itu menjadi regentschaap dimana setiap pemimpin yang ditunjuk adalah mereka yagn berdarah bangsawan dengan label KARAENG atau ARUNG.

Pada waktu itu, wilayah Batimurung disebut dengan Kerajaan SIMBANG yang dikuasai oleh PATAHUDDING DAENG PAROEMPA (1923). Beliau membuat proyek dengan membangun jalanan guna menghubungkan Daerah lainnya. Rencananya pembuatan jalan tersebut akan membela daerah hutan belantara. Namun, suatu waktu pekerjaan tersebut terhambat akibat terdengarnya bunyi menderu dari dalam hutan yang menjadi jalur pembuatan jalan tersebut. Saat itu, para pekerja tidak berani melanjutkan pekerjaan membuatan jalan karena suara gemuruh tersebut begitu keras. Karaeng Simbang yang memimpin langsung proyek ini lalu memerintahkan seorang pegawai kerajaan untuk memeriksa ke dalam hutan belantara asal suara itu.

Usai sang pegawai kerajaan memeriksalokasi, Karaeng Simbang lalu bertanya,Aga ro merrung? (bahasa Bugis: suara apa itu yang bergemuruh?). Benti, Puang, (Air, Tuanku), jawab sang pegawai tadi. “Benti” dalam bahasa Bugis halus berartiair. Kosa kata seperti ini biasanya diucapkan seorang hamba atau rakyat jelata ketika bertutur dengan kaum bangsawan. Mendengar laporan tersebut, Karaeng Simbang lalu melihat langsung asal sumber suara gemuruh dimaksud. Sesampainya di tempat asal suara, Karaeng Simbang terpana dan takjub menyaksikan luapan air begitu besar merambah batu cadas yang mengalir jatuh dari atas gunung. Ia lalu berujar, Makessingi kapang narekko iyae onroangngnge diasengi Benti Merrung!(Mungkin ada baiknya jika tempat ini dinamakan air yang bergemuruh).


Adapun Karaeng Simbang wafat pada 1957, dan dimakamkan di belakang Masjid Pakalu (salah satu kampung dalam wilayah Kerajaan Simbang, sekarang bernama Lingkungan Pakalu dalam wilayah Kecamatan Bantimurung), yang dibangun dengan dana swadaya di atas tanah pribadinya. Karena itulah, ia bergelar Matinroe ri Masigina (yang dimakamkan di mesjidnya). Nama lengkapnya, Patahoeddin Daeng Paroempa Sultan Iskandar Muda Matinroe ri Masigina.

0 komentar: