Sejarah Penamaan Air Terjun Bantimurung
Sejarah Penamaan Air Terjun Bantimurung - Bantimurung adalah salah
satu objek wisata alam yang banyak di favoritkan oleh para Penjajak Wisata,
selain kesegaran Air Terjun yang menjadi Objek, Bantimurung juga memberikan
beragam atraksi wiswata yang menarik. Jika berada dikawasan Wisata Alam Bantimurung
para Wisatawan akan merasakan kesejukan udaranya, juga berbagai objek yang
disuguhi seperti flyingfox, Gua Batu, Gua Mimpi, Kolam Jodoh dan yang tak kalah
menariknya, Bantimurung dikenal hingga mancanegara karena memiliki spesies kupu
– kupu terbanyak di Dunia dengan julukannya The Kingdom Of Butterfly. Lokasi Kawasan Wisata Bantimurung sangat strategis bisa dijangkau dari
berbagai jurusan dan dilintasi oleh jalan lintas Kabupaten Maros-Bone
menjadikan lokasi ini semakin menarik untuk dikunjungi, Objek wisata ini tak
jauh dari Ibu Kota Provinsi Sulawesi Selatan. Terletak di Kabupaten Maros, jika
dari Makassar hanya berjarak ± 42 km dan dari Bandara Internasional Sultan
Hasanuddin pun hanya berjarak ± 24 km dan dapat ditempuh dalam waktu ± 1 jam dengan
menggunakan kendaraan roda empat
Namun tahukah anda, dibalik
dari pesona wisata yang menarik, Bantimurung juga menyimpan kisah historis yang
begitu menarik. Berawal dari perjanjian Bungaya I dan II pada Tahun 1667 –
1669.
Baca : Bantimurung Objek Wisata Terbaik di Sulawesi Selatan
Pada waktu itu, Maros adalah
kawasan yang dikuasai langsung oleh Penjajah (Belanda). Hal tersebut kemudian membuat wilayah
Kerajaan atau Pemerintahan Maros pada waktu itu menjadi regentschaap dimana
setiap pemimpin yang ditunjuk adalah mereka yagn berdarah bangsawan dengan
label KARAENG atau ARUNG.
Pada waktu
itu, wilayah Batimurung disebut dengan Kerajaan SIMBANG yang dikuasai oleh
PATAHUDDING DAENG PAROEMPA (1923). Beliau membuat proyek dengan membangun
jalanan guna menghubungkan Daerah lainnya. Rencananya pembuatan jalan tersebut akan
membela daerah hutan belantara. Namun, suatu waktu pekerjaan tersebut terhambat
akibat terdengarnya bunyi menderu dari dalam hutan yang menjadi jalur pembuatan
jalan tersebut. Saat itu, para pekerja tidak berani melanjutkan pekerjaan
membuatan jalan karena suara gemuruh tersebut begitu keras. Karaeng Simbang
yang memimpin langsung proyek ini lalu memerintahkan seorang pegawai kerajaan
untuk memeriksa ke dalam hutan belantara asal suara itu.
Usai sang pegawai kerajaan memeriksalokasi,
Karaeng Simbang lalu bertanya,Aga ro
merrung? (bahasa Bugis: suara apa itu yang bergemuruh?). Benti, Puang,
(Air, Tuanku), jawab sang pegawai tadi. “Benti” dalam bahasa Bugis halus
berartiair. Kosa kata seperti ini biasanya diucapkan seorang hamba atau rakyat
jelata ketika bertutur dengan kaum bangsawan. Mendengar laporan tersebut,
Karaeng Simbang lalu melihat langsung asal sumber suara gemuruh dimaksud. Sesampainya di tempat asal suara, Karaeng
Simbang terpana dan takjub menyaksikan luapan air begitu besar merambah batu cadas
yang mengalir jatuh dari atas gunung. Ia lalu berujar, Makessingi
kapang narekko iyae onroangngnge diasengi Benti Merrung!(Mungkin
ada baiknya jika tempat ini dinamakan air yang bergemuruh).
Adapun Karaeng Simbang wafat pada 1957, dan
dimakamkan di belakang Masjid Pakalu (salah satu kampung dalam wilayah Kerajaan
Simbang, sekarang bernama Lingkungan Pakalu dalam wilayah Kecamatan
Bantimurung), yang dibangun dengan dana swadaya di atas tanah pribadinya.
Karena itulah, ia bergelar Matinroe ri Masigina (yang dimakamkan di mesjidnya).
Nama lengkapnya, Patahoeddin Daeng Paroempa Sultan Iskandar Muda Matinroe ri
Masigina.
0 komentar: